Reporter: Antara
Editor: Ninis Chairunnisa
Selasa, 23 Februari 2021 10:08 WIB
Petani pemburu lebah madu menunjukan tawon gong usai mengambil madunya di kawasan Gunung Landono di Desa Landono 2, Kecamatan Landono, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, 2 Desember 2020. Berburu madu membutuhkan bekal fisik dan keberanian, juga pengetahuan akan kondisi hutan itu sendiri, tak jarang pemburu madu harus berjalan naik turun pegunungan sejauh belasan kilometer untuk memperoleh buruannya. ANTARA FOTO/JOJON
TEMPO.CO, Jakarta – Danau Toba bukan hanya terkenal dengan wisata alam yang indah. Di sekitar danau terbesar di Indonesia itu, ada peternakan lebah madu yang menghasilkan produk unggulan Situak Ni Loba.
Madu Situak Ni Loba ini merupakan produksi salah seorang warga di Desa Aek Natolu Jaya, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, bernama Jupiter Lumban Julu.
“Arti dari Situak Ni Loba ini dalam bahasa Indonesia adalah madunya lebah,” katanya, Ahad, 21 Februari 2021.
Budidaya lebah madu hutan Situak Ni Loba ini cukup sederhana. Bermula dari pembuatan glodok, yakni sebuah batang pohon yang dibelah menjadi dua bagian yang kemudian dijadikan sarang untuk memancing koloni lebah.
Isi batang potong tersebut kemudian dikosongkan setelah dibelah dua. Kemudian kedua ujung batangnya diberi lubang kecil sebagai pintu keluar masuknya lebah. Masing-masing glodok berukuran sekitar 40-60 sentimeter.
“Untuk pembuatan glodok ini kita menggunakan batang pohon kelapa. Karena aroma khas dari batang kelapa ini sangat disukai oleh lebah,” kata Jupiter.
Glodok tersebut kemudian ditempatkan di hutan sekitar desa untuk mendapatkan hasil madu yang beragam rasanya.
“Di sini kita juga menanam tumbuh-tumbuhan untuk makanan lebah. Karena rasa madu ini tergantung dari apa yang dimakan lebah itu sendiri,” kata Jupiter.
Dalam waktu kurang lebih dua sampai tiga pekan, glodok itu bisa dibuka untuk mengambil ratu lebah yang selanjutnya dipindahkan ke penangkar berbentuk kubus terbuat dari bahan kayu. Ratu lebah yang disangkarkan di dalam kotak permanen akan menarik kehadiran koloni lebah lainnya untuk membuat sarang yang pada akhirnya akan menghasilkan madu.
“Hampir satu bulan sampai dengan madu itu kita kemas ke dalam botol,” kata Jupiter.
Dalam satu bulan, Jupiter bisa menghasilkan lima botol madu berukuran 300 mililiter yang kemudian dipasarkan dengan harga Rp 150 ribu.
Usaha budidaya lebah madu yang sudah digeluti Jupiter sejak 2017 merupakan binaan PT Toba Pulp Lestari (TPL). “Kami mendampingi peternak lebah dalam UMKM ini supaya ekonomi petaninya meningkat dan bisa menjadi produk khas dari Toba yang mana sekarang jadi salah satu objek wisata,” kata Divisi Pengembangan Masyarakat TPL Charles Sitorus.
Ia mengatakan bahwa produk-produk UMKM binaan TPL sudah dipasarkan secara online, termasuk madu Situak Ni Loba. Hal itu guna mendorong agar produk yang dihasilkan memenuhi standar dan termasuk bisa dijual melalui daring mengikuti perkembangan zaman.
“Pasarnya madu Situak Ni Loba ini tidak hanya lokal saja, tetapi sudah banyak dibeli dari daerah-daerah luar Sumut,” kata Charles.
Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toba, Agus Karo-Karo mengatakan budidaya lebah madu memiliki peluang yang sangat menguntungkan secara ekonomis apabila dikembangkan secara maksimal, karena permintaan kebutuhan madu di wilayah Sumut khususnya kawasan Danau Toba cukup besar. “Kita akan mengembangkan ini menjadi kawasan wisata lebah madu,” kata dia.
Menurut Agus, budidaya lebah madu yang dilakukan Jupiter merupakan bentuk dukungan terhadap Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) sebagai kampanye nasional dalam mendorong pelaku UMKM untuk go digital. “Kita mendukung segala bentuk kebutuhan para UMKM-UMKM kita agar terus berkembang,” katanya.
SUMBER: